Rabu, 12 Januari 2011

Obat otonomik

Obat-obat otonom adalah obat yang bekerja pada macam-macam bagian susunan saraf otonom, mulai dari sel saraf sampai sel efektor. Efek dari suatu obat otonom dapat diperkirakan jika respon berbagai organ otonom terhadap impuls saraf otonom di ketahui.
Saraf otonom berhubungan dengan saraf somatik, kejadian somatik dapat mempengaruhi fungsi organ otonom. Seperti pada korpus striatum dan korteks serebrum yang di anggap sebagai koordinator antara system otonom dan somatik. Ada 5 perbedaan pokok antara saraf otonom dan saraf somatik yaitu :
1.) Saraf otonom menginervasi semua struktur dalam tubuh kecuali otot rangka
2.) Sinaps saraf otonom yang paling distal terletak dalam ganglia yang berada di luar susunan saraf pusat. Sinaps saraf somatik semuanya terletak di dalam susunan saraf pusat.
3.) Saraf otonom membentuk pleksus yang terletak di luar susunan saraf pusat, saraf somatik tidak membentuk pleksus
4.) Saraf somatik di selubungi sarung myelin, saraf otonom pasca ganglion tidak bermielin
5.) Saraf otonom menginervasi sel efektor yang bersifat otonom. Artinya sel efektor itu masih dapat bekerja tanpa persarafan. Sebaliknya, jika saraf somatik putus maka otot rangka yang bersangkutan mengalami paralisis dan kemudian atrofi.
 Aliran system saraf otonom secara anatomis terbagi menjadi 2 bagian besar yaitu system simpatis (kiri) dan system parasimpatis (kanan). Obat otonom merangsang golongan simpatomimetik (system simpatis). Dan obat otonom dapat menghambat golongan simpatolitik (simpatis dan parasimpatolitik).
Organ otonom adalah organ-organ yang tidak di pengaruhi oleh kesadaran . contoh : jantung, pembuluh darah.
Parasimpatis : Menghambat reaksi / kontraksi
Simpatis              : Merangsang kontraksi
Cara kerja obat otonom
obat otonom mempengaruhi transmisi neurohumoral dengan cara menghambat atau mengintensifkannya. Terdapat beberapa kemungkinan pengaruh obat pada transmisi system kolinergik maupun adrenergik, yaitu : 1) hambatan pada sintesis atau pelepasan transmitor, 2) menyebabkan pelepasan transmitor, 3) ikatan dengan reseptor dan, 4) hambatan destruksi transmitor.
1.) Hambatan pada sintesis atau pelepasan transmitor
 Kolinergik.hemilkolinium menghambat ambilan kolin ke dalam ujung saraf dan dengan demikian mengurangi sintesis Ach. Toksin botulinus menghambat pelepasan Ach di semua saraf kolinergik sehingga dapat menyebabkan kematian akibat paralisis pernapasan perifer. Toksin tersebut memblok secara ireversibel pelepasan Ach dari gelemb ung saraf di ujung akson dan merupakan salah satu toksin paling poten yang dikenal orang. Toksin tetanus mempunyai mekanisme kerja yang serupa.
Adrenergik. Metiltirosin memblok sintesis NE dengan menghambat tirosin-hidroksilase, enzim yang mengkatalisis tahap penentu pada sintesis NE. sebaliknya metildopa, penghambat dopa dekarboksilase, seperti dopa sendiri didekarboksilase dan dihidroksilasi menjadi α-metil NE. guanetidin dan bretilium juga mengganggu pelepasan dan penyimpanan NE.
2.) Menyebabkan pelepasan transmitor
Kolinergik. Racun laba-laba black widow menyebabkan pelepasan Ach (eksositosis) yang berlebihan, di susul dengan blockade pelepasan ini.
Adrenergik. Banyak obat dapat meningkatkan pelepasan NE. Tergantung dari kecepatan dan lamanya pelepasan, efek yang terlihat dapat berlawanan. Tiramin, efedrin, amfetamin, dan obat sejenis menyebabkan pelepasan NEyang relative cepat dan singkat sehingga menghasilkan efek simpatomimetik. Sebaliknya, reserpin, dengan memblok transport aktif NE ke dalam vesikel, menyebabkan pelepasan NE secara lambat dari dalam vesikel ke aksoplasma sehingga NE dipecah oleh MAO. Akibatnya terjadi blockade adrenergic akibat pengosongan depot NE di ujung saraf.
3.) Ikatan dengan saraf
Obat yang menduduki reseptor dan dapat menimbulkan efek yang mirip dengan efek transmitor disebut agonis. Obat yang hanya menduduki reseptor tanpa menimbulkan efek langsung, tetapi efek akibat hilangnya efek transmitor (karena tergesernyatransmitor dari reseptor) disebut antagonis atau bloker.
4.) Hambatan destruksi transmitor
Kolinergik. Antikolonesterase merupakan kelompok besar zat yang menghambat destruksi Ach karena menghambat karena menghambat AChE, denngan akibat perangsangan berlebihan di reseptor muskarinik oleh Ach dan terjadinya perangsangan di susul blockade di reseptor nikotinik.
Adrenergik. Ambilan kembali NE setelah pelepasannya di ujung saraf merupakan mekanisme utama penghentian transmisi adrenergik. Hambatan proses ini oleh kokain dan impramin mendasari peningkatan respons terhadap perangsangan simpatis oleh obat tersebut. Penghambat COMT misalnya pirogalol hanya sedikit meningkatkan respons katekolamin, sedangkan penghambat MAO misalnya tranilsipromin, pargilin, iproniazid dan nialamid hanya menigkatkan efek tiramin tetapi tidak meningkatkan efek katekolamin.
·            Penggolongan obat otonom
Menurut efek utamanya maka obat otonom dapat di bagi dalam 5 golongan :
a. parasimpatomimetik atau kolinergik. Efek obat golongan ini menyerupai efek yang di timbulkan oleh aktivitas susunan saraf parasimpatis.
b. Simpatomimetik atau adrenergik yang efeknya menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf simpatis.
c. Parasimpatolitik atau penghambat kolinergik menghambat timbulnya efek akibat aktivitas susunan saraf parasimpatis.
d. Simpatolitik atau penghambat adrenergik  menghambat timbulnya efek akibat aktivitas saraf simpatis
e. Obat ganglion merangsang atau menghambat penerusan impuls di ganglion
Khasiat atas SSP (susunan saraf pusat)
Dalam SSP terdapat beberapa pusat yang mengendalikan saraf simpatik dan saraf parasimpatik, yang disebut sentra otonom. Beberapa obat hipertensi bekerja terhadap sentra ini, misalnya adrenolitikum codergocrin dan alkaloida veratrum dengan efek penurunan tekanan darah dan tekanan jantung (bradycardia). Di samping itu dikenal pula sejumlah obat otonom perifer yang juga dapat mempengaruhi fungsi SSP, misalnya :
·      Adrenergika (efedrin dan amfetamin) : menstimulasi SSP.
·      Antikolinergika (atropine dan derivatnya) menekan SSP dengan efek sedative, mungkin berdasarkan antagonism dengan ACh pada penerusan impuls antara sel-sel saraf otak.
·      Fenotiazin memblokir reseptor untuk nor(adrenalin) di otak dengan efek sedative.
·      Reserpin menghabiskan persediaan nor (adrenalin) dalam jaringan perifer dan memberikan efek sedatif pula.
·      Zat-zat perintang MAO merintangi penguraian dari antara lain nor(adrenalin) dan serotonin, sehingga menimbulkan efek stimulasi SSP (antidepresi)
·      Klonidin, suatu derivate imidazolin yang mirip adrenergikum nafazolin, bekerja pula terhadap sentra diSSP dengan efek meredakan tonus (ketegangan) pembuluh SO dan turunnya tekanan darah.

Semua obat dengan kerja sentral ini bersifat lipofil dan dapat mudah melintasi membran otak. 



Neurotransmitters
Adalah bahan-bahan yang dikeluarkan oleh saraf otonom (simpatis dan parasimpatis).
Contohnya : Dopamin, norepirephrine, acetylcholine, epirephrine.
  • Norepirephrine (Serabut ganglion simpatis)
  • Acetylcholine
Serabut ganglion Parasimpatis
Serabut ganglion Parasimpatis & Simpatis
Neuron yang menyuplai otot
·                                 Simpatis yang paling banyak adalah norepirephrine.
Norepirephrine nama lainnya adalah adrenalin
Adrenalin (epinephrine)
Adrenalin menyerupai sebagian besar efek simpatis, artinya yaitu adrenalin merupakan suatu obat simpatomimetik. Pada tahun 1904, Elliot mengemukakan bahwa adrenalin merfupakan zat transmitor simpatis, namun pada tahun 1910, Dale menekankan bahwa noradrenalin lebih menyerupai simulasi saraf simpatis.
Adrenalin termasuk obat yang baik karena bila disuntikan mempunyai cara kerja yang cepat, mudah diberikan, merangsang β2, memperpanjang masa kerja obat-obat local anastesi. Bisa juga digunakan untuk anaphylactic shock)
Efek stimulasi simpatis
Efek ini paling mudah di ingat dengan memikirkan perubahan apa yang akan terjadi dalam tubuh sebagai ‘fright or flight reaction’. Perhatikan efek-efek berikut, mana yang merupakan efek eksitasi dan mana yang merupakan efek aksitasi dan mana yang merupakan efek inhibisi.
1.      Dilatasi pupil (lebih banyak cahaya mencapai retina)
2.      Dilatasi bronkus (memfasilitasi peningkatan ventilasi)
3.      Kekuatan dan denyut jantung meningkat; tekanan darah meningkat (lebih banyak darah untuk aktivitas otot skelet yang meningkat)
4.      Vasokontriksi pada kulit dan visera, vasodilatasi pada otot skelet (redistribusi darah ke otot yang tepat)
5.      Untuk menyediakan energy tambahan, glikogenolisis distimulasi dan kadar glukosa darah meningkat. Terjadi relaksasi saluran pencernaan dan kandung kemih.
Adrenoseptor di bagi menjadi dua tipe utama : reseptor α memperantarai efek eksitasi dari amina simpatomimetik, sementara efek inhibisinya secara umum diperantarai oleh reseptor β (kecuali pada otot polos usus, di mana stimulasi α merupakan inhibisi, dan pada jantung di mana stimulasi β merupakan eksitasi.
Adrenoreseptor β tidak bersifat homogen. Yaitu, norepinefrin merupakan stimulant yang efektif untuk reseptor β pada jantung, tetapi hanya sedikit berpengaruh atau tidak berpengaruh sama sekali pada reseptor β yang memperantarai vasodilatasi. Berdasarkan perbedaan sensitivitas yang ditimbulkan terhadap obat, reseptor β di bagi menjadi 2 jenis : β1 (jantung, otot polos usus) dan β2 (bronkus, vascular, dan otot polos uterus).
Adrenoreseptor α di bagi menjadi dua kelas berdasarkan lokasinya, apakah terletak di pascasinaps (α1) atau prasinaps (α2). Pascasinaps : lewat sinaps di organ efektor, prasinaps : di muka sinaps atau di luarnya antara lain di kulit otak, rahim, dan pelat-pelat darah. Stimulasi reseptor α2 oleh norepinefrin yang di lepaskan pada sinaps mengurangi pelepasan transmitor selanjutnya (umpan balik negatif). Reseptor α2 pascasinaps terdapat pada beberapa jaringan, misalnya otak, otot polos vaskular (namun yang terutama adalah α1).

Penggolongan
Adrenergika dapat dibagi dalam dua kelompok, yakni :
a. zat-zat yang bekerja langsung. Kebanyakan katecholamin bekerja langsung terhadap reseptor dari organ tujuan, antara lain adrenalin, NA, dan isoprenalin. Dikenal juga sejumlah zat yang bias bekerja menurut kedua prinsip, seperti efedrin, dan dopamin.
b. zat-zat dengan kerja tak langsung. Noradrenalin disintesa dan disimpan di ujung-ujung saraf adrenergis dan dapat dibebaskan dari depotnya dengan jalan merangsang saraf bersangkutan, dan dapat pula dengan perantaraan obat-obat, seperti efedrin, amfetamin, guanetidin, dan reserpin.
Penggunaan
penyakit dan gangguan, yang terpenting diantaranya adalah :
·      Pada shock guna memperkuat kerja jantung (β1) dan melawan hipotensi (α1), khususnya adrenalin dan NA.
·      Pada asma guna mencapai bronchodilatasi (β2), terutama salbutamol dan turunannya, juga adrenalin dan efedrin
·      Pada hipertensi guna menurunkan daya tahan perifer dari dinding pembuluh dengan jalan menghambat penglepasan NA (α2)
·      Sebagai vasodilator perifer (β2) pada vasokontriksi di betis dan tungkai
·      Pada pilek (rhinitis) guna menciutkan mukosa yang bengkak (α), terutama zat-zat imidazolin, juga efedrin dan adrenalin.
·      Sebagai midriatikum guna melebarkan pupil (α), antara lain fenilefrin dan nafas zolin.
·      Pada obesitas di gunakan untuk menekan nafsu makan dan menunjang diet menguruskan badan, khususnya fenfluramin dan mazindol.
·      Sebagai penghambat his dan pada nyeri haid (dysmenorrhoea) berkat daya relaksasinya atas otot rahim (β2), misalnya ritodrin.
Efek samping
Adrenergika dapat menyebabkan efek  samping terhadap jantung dan SSP, yaitu tachycardia dan jantung berdebar-debar, nyeri kepala, gelisah dan sebagainya. Oleh sebab itu, adrenergika perlu digunakan secara hati-hati pada pasien yang mengidap infark jantung, hipertensi, dan hipertirosis.
Norepirephrine
Efek farmakologi        :
1. Sebagian besar α mempengaruhi ketika diberi terapi yang mana bertentangan dengan hasil yang diharapkan endrogin yang adrenergic mengalami vasokontriksi di sekeliling neurotransmitter.
2. Peningkatan di pembuluh darah secara diastolic dan sistolik
3. Reflek Bradycardia
Indikasi NE     :
1. Untuk shock karena darah yang mengalir di ginjal terhambat
2. Pengobatan dengan dopamine lebih baik untuk pertolongan pertama
Isoproterenol
·      Hanya bekerja pada β saja
·      Non selektif reseptor
·      Pembuluh darah, jantung di pengaruhi oleh isoproterenol
·      Jika di beri isoproterenol maka tekanan darah turun
·      Dapat menyebabkan bronkodilatasi (untuk penderita asma)
·      Dapat meningkatkan detak jantung.
·      Tidak dirusak oleh MOA tapi hanya dirusak oleh COMT untuk itu kerjanya lebih panjang daripada epinephrine dan NE
INDIKASI :
1. Meningkatkan stimulasi di otot jantung / detak jantung
2. Untuk situasi darurat
Dobutamin
·      Kerjanya hanya pada β1
·      Digunakan untuk obat gagal jantung karena kerjanya pada β1
Phenylephrine
·      Non-catecholamin, jadi tidak dirusak oleh COMT, tapi dirusak oleh MOA
·      Kerjanya ke arah α1
Efek
Vasokontriksi yang meningkatkan tekanan sistolik dan diastolik, menyebabkan reflex bradycardia.
Indikasi
Vasopressor untuk hipotensi
Mydriatic, dan systemically untuk menaikan tekanan darah.
Tersedia dalam bentuk :
1. cairan untuk melegakan hidung yang tersumbat
2. spray untuk melegakan hidung yang tersumbat
3. suntikan/injeksi untuk meningkatkan tekanan darah
Jika orang flu dan memiliki hipertensi tidak boleh menggunakan obat ini.
Oxymetazoline (Afrin®)
·      Bekerja pada α
·      Digunakan untuk dekongestan
·      Tersedia dalam bentuk spray
·      Untuk pengobatan jangka pendek (tidak lebih dari 3hari)

Clonidine (catapres®)
·      Terpusat bekerja pada α2 yang peka terhadap reseptor agonis
·      Indikasi : sebagai antihipertensi karena α2 terjadi hambatan pelepasan Ephineprin.
·      β2  selektiv untuk bronco
·      Contoh : albuterol, sabuterol
·      Banyak digunakan karena dapat merangsang α1  dan  α2
β2 selektive drugs
·      Digunakan dalam perawatan orang asma
·      Digunakan untuk mempelancar otot bronkus
1. Albuterol
·      Paling bagus untuk  asma
·      Sifatnya lokal tidak menimbulkan keracunan
·      Kerjanya cepat
·      Kerjanya pada otot polos saluran pernapasan.
·      Bekerja pada β2 
·      Contoh        : Pirbuterol (Maxair), Bitolterol (tornalate)
·      Biasanya berupa obat hisap/hirup
2. Salmeterol (serevent)
·      Digunakan sebagai obat asma
·      Contohnya : formoterol (foradil)
·      Bekerja β2  selektiv
3. Terbutaline
·      Mengaktivasi β2  selektiv
·      Obatnya bisa berupa : obat hisap, tablet, injeksi
·      Kegunaan : bronkodilator, menunda kelahiran premature karena dapat menghambat kontraksi uterus, dapat mengakibatkan relaksasi otot uterus sehingga kelahiran prematur tidak terjadi.
Adrenergik agonist tidak langsung
·         MOA karena NE melepaskan dari presynaptic terminal
·         Tidak mengikat secara langsung pada sel yang peka terhadap presynaptic. Bekerja dengan pedoman melepaskan neurotransmitter secara alami.
·         Jenis-jenisnya :
Amphetamine (obat anti obesitas)
·      Aktivasi : menstimulasi CNS dan menstimulasi kardiovaskuler (meningkatkan tekanan darah dan kontraksi)
·      Mekanisme kerjanya : melepaskan catecholamines dari presynaptic
·      Indikasi : anti obesitas, menghambat pusat nafsu makan pada hipotalamus, merangsang SSP untuk penyakit narcolepsy (orang yang gampang ngantuk)
·      Efek samping : bisa merangsang susunan saraf pusat  β2  dan menyebabkan euporia (tidak mempunyai rasa capek dan menimbulkan rasa gembira) dan jika penggunaan berlebihan dapat menjadi dopping, kegelisahan, tremor (gemetaran), sifat emosional (cepat marah), insomnia (susah tidur), hipertensi, tachycardia.
     Campuran adrenergic dan agonist
·         MOA : merangsang pelepasan NE dan secara langsung mengaktifkan sel yang peka terhadap rangsangan adrenergic
·         Jenisnya yaitu :
Ephedrin 
·      Bisa merangsang α1, α2,β1, β2
·      Merupakan agen nonselektif (serupa dengan epinephrine tapi lebih kuat)
·      Mempunyai masa kerja panjang karena tidak dihambat oleh COMT dan bersifat menentang MAO
·      Kerjanya : meningkatkan tekanan darah, bronkodilatasi, meningkatkan kontraktil otot, merangsang CNS, kurangnya rasa lelah, mencegah tidur
·      Indikasi : sakit asma, hypotensi, nasal decongestant merangsang α1 
·      Bisa diberikan secara oral atau parenteral
·      Tidak bisa digunakan anaphylactic shock karena kerjanya lambat
·      Meskipun merangsang α & β tapi tidak menimbulkan efek bifasik karena sensitifitas α & β sama
·      Cara kerjanya melepaskan NE dari tempat penyimpanan pada ephedrine menyebabkan efek takipilaksis karena dapat melepaskan NE dari penyimpanan menyebabkan tidak ada efek karena epinephrine sudah habis.
Adrenergik antagonist blocker
·      Obat ini mencegah ke sel yang peka rangsangan adrenergic
·      Ada 2 tipe yaitu : α blockers dan β blockers
·      Umumnya dapat menurunkan tekanan darah/antihipertensi yang mengandung α1
·      Menyebabkan reflex tachycardia dan postural hypotension
·      Mengurangi kerja di otot kandung kencing
Alpha adrenergic blocking agents
·      Menyebabkan postural hipertensi (terjadi karena di vena ada reseptor yang dihambat sehingga terjadi venodilatasi vena melebar maka darah yang menuju jantung berkurang sehingga tekanan darah menurun)
·      Dapat menyebabkan efek reflek tachycardia. Pada tekanan darah efek reflek tachycardia yang keluar. Sehingga tekanan darah naik pada jantung.
·      Untuk penderita kanker kelenjar prostat
·      Untuk pheochromocytoma (tumor kelenjar medula adrenal). Untuk menurunkan tekanan darah pada penderita pheochromocytoma
·      Sebaiknya dosis pertama diambil pada malam hari
·      Dapat menyebabkan : sakit kepala, flu.
1. Alfa-blockers (α-simpatolika)
Zat-zat ini memblokir reseptor alfa yang banyak terdapat di jaringan oto polos dari kebanyakan pembuluh, khususnya dalam pembuluh kulit dan mukosa. Efek utamanya adalah vasodilatasi perifer, maka banyak digunakan pada hipertensi dan hipertrofi prostat. Prazosin juga di gunakan pada gagal jantung (dekompensasi) dan pada penyakit raynaud.
Ada 3 jenis alfa-blocker, yaitu :
·      Zat-zat tak selektif : fentolamin dan alkaloida ergot. Fentolamin khusus di gunakan untuk diagnosa dan terapi hipertensi tertentu (feochromocytoma). Juga pada gangguan ereksi sebagai injeksi intracaverneus (bersama papaverin : androskat). Alkaloida ergot, berkat daya vasokontriksinya banyak digunakan pada serangan migraine, juga dalam ilmu kebidanan untuk menghentikan perdarahan setelah persalinan.
·      Alfa1-blockers selektif : derivate quinazolin (prazosin.terazosin,tamsulosin, dan lain-lain) serta urapidil. Penggunaanya sebagai obat hipertensi dan pada hyperplasia prostat
·      Alfa1-blockers berguna pada BPH (benign prostatic hyperplasia) ringan (dengan terutama jaringan ikat) sebagai penanganan sementara untuk meringankan gejala sambil menunggu pembedahan. Obat-obat ini tidak berdaya menciutkan prostat yang membesar, berlainan dengan obat BPH lainnya, yakni zat anti-androgen finasterida.
·      Alfa2-blockers selektif : yohimbin

2. Beta-blockers (β-simpatikolitika)
Semula beta-blockers di gunakan untuk gangguan jantung (aritmia, angina pectoris) untuk meringankan kepekaan organ ini bagi rangsangan, seperti kerja berat, emosi, stress dan sebagainya. Sejak tahun 1980-an obat ini terutama di gunakan sebagai obat hipertensi, antihipertensiva. Obat-obat ini dapat di bagi pula dalam 2 kelompok yaitu :
·      Zat-zat β1 selektif , yang melawan efek dari stimulasi jantung oleh adrenalin dan NA (reseptor –β1), misalnya atenolol dan metoprolol.
·      Zat-zat tak selektif, yang juga menghambat efek bronchodilatasi (reseptor-β2), misalnya propranolol, alprenolol, dll.
Labetolol dan carvedilol merupakan zat-zat yang menghambat kedua reseptor (alfa + beta)
3. penghambat neuron adrenergis : derivat guanidin (guanetidin). Zat-zat ini tidak memblokir reseptor , melainkan bekerja terhadap bagian postganglioner dari saraf simpatis dengan jalan mencegah pelepasan katecholamin. Guanetidin khusus digunakan pada jenis glaukoma tertentu.
Kolinergika dan antikolinergika
a. Kolinergika
kolinergika atau parasimpatikomimetika adalah sekelompok zat yang dapat menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi susunan parasimpatis (SP), karena melepaskan neurohormon asetilkolin (ACh) di ujung-ujung neuronnya. Tugas utama SP adalah mengumpulkan energy dari makanan dan menghambat penggunaanya.Bila neuron SP dirangsang, timbullah sejumlah efek yang menyerupai keadaan istirahat dan tidur.
Efek kolinergis faal yang terpenting adalah sebagai berikut :
·      Stimulasi pencernaan dengan jalan memperkuat peristaltic dan sekresi kelenjar ludah dan getah lambung (HCL), juga sekresi air mata dan lain-lain.
·      Memperlambat sirkulasi, antara lain dengan mengurangi kegiatan jantung, vasodilatasi dan penurunan tekanan darah.
·      Memperlambat pernapasan, antara lain dengan menciutkan bronchi, sedangkan sekresi dahak diperbesar.
·      Kontraksi otot mata dengan efek penyempitan pupil (miosis) dan menurunnya tekanan intraokuler akibat lancarnya pengeluaran air mata.
·      Kontraksi kandung kemih dan ureter dengan efek memperlancar pengeluaran urin .
·      Dilatasi pembuluh dan kontraksi otot kerangka.
·      Menekan SSP setelah pada permulaan menstimulasinya
Semua efek ini juga dapat dihasilkan oleh kolinergika.
Efek muskarin dan efek nikotin
Berdasarkan efeknya terhadap rangsangan, reseptor ini dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu reseptor-muskarin dan reseptor-nikotin, yang masing-masing menghasilkan efek berlainan.
1. Reseptor muskarin (m) berada di neuron postganglioner dan dapat di bagi dalam minimal 3subtipe, yakni reseptor-M1, -M2, dan –M3. Ketiga jenis reseptor ini bila dirangsang memberikan efek yang berlainan.
Reseptor
Jaringan
Efek stimulasi
M1
Neuron2 gtanglia simpatis
Aktivasi pelepasan NA>
M2
Myocard jaringan nodus
Kontraksi > bradycardia
M3
Kelenjar eksokr. Ileum pembuluh
Penyaluran AV< sekresi relaksasi langsung : kontraksi, via endotel: relaksasi.

Muskarin (M) adalah derivat-furan yang bersifat sangat beracun dan terdapat sebagai alkaloida pada jamur merah Amanita muscaria. Reseptor-muskarin setelah diaktivasi oleh neurotransmitter asetilkolin atau kolinergika dapat menimbulkan semua efek fisiologis yang tertera di atas.
Asetilkolin (Ach) bekerja tidak selektif dan merangsang ketiga tipe reseptor –M, serupa dengan adrenalin dan NA dari system ortosimpatis (SO), yang juga merangsang secara tak selektif reseptor –alfa dan –beta adrenergis. Obat-obat yang mengaktivasi reseptor –M1, -M2, -M3 secara selektif hingga kini belum ditemukan.
2. Reseptor-nikotin (N) terutama terdapat di pelat-pelat ujung myoneural dari otot kerangka dan di ganglia otonom (simpatis dan parasimpatis). Stimulasi reseptor ini oleh kolinergika (neostigmin dan piridostigmin) menimbulkan efek yang menyerupai efek adrenergika, jadi bersifat berlawanan sama sekali.
Mekanisme kerjanya berdasarkan stimulasi penerusan impuls di ganglia simpatis dan stimulasi anak ginjal dengan sekresi noradrenalin. Di samping itu juga terjadi stimulasi ganglia kolinergis (terutama di saluran lambung-usus dengan peningkatan peristaltik) dan pelat-pelat ujung motoris otot lurik, di mana terdapat banyak reseptor nikotin.
Efek nikotin dari Ach juga terjadi pada perokok, yang disebabkan oleh sejumlah kecil nikotin yang diserap kedalam darah melalui mukosa mulut.
Penggolongan
Kolinergika dapat di bagi menurut cara kerjanya, yaitu zat-zat dengan kerja langsung dan zat-zat dengan kerja tak langsung.
1. Bekerja langsung : karbachol, pilokarpin, muskarin dan arekolin (alkaloid dari pinang, Areca catechu). Zat- zat ini berkerja langsung terhadap organ ujung dengan kerja utama yang mirip efek muskarin dari Ach. Semuanya adalah zat –zat amonium kwaterner yang bersifat hidrofil dan sukar memasuki SSP, kecuali Arekolin.
2. Bekerja tak langsung : zat-zat antikolinesterase seperti fisostigmin, neostigmin, dan piridostigmin. Obat-obat ini menghambat penguraian Ach secara reversible, yakni hanya untuk sementara. Setelah zat-zat tersebut habis diuraikan oleh kolinesterase, ACh segera akan dirombak lagi.
Di samping itu ada pula zat-zat yang mengikat enzim secara irreversible, misalnya parathion dan organofosfat lain. Kerjanya panjang karena bertahan sampai terbentuk enzim baru lagi. Zat ini banyak digunakan sebagai insektisida beracun kuat di bidang pertanian dan sebagai obat kutu rambut (malathion)
Penggunaan
Kolinergika khusus digunakan pada penyakit mata glaucoma, myasthenia gravis, demensia, Alzheimer dan atonia.  

b. Antikolinergika
Antikolinergika atau parasimpatikolitika melawan khasiat asetilkolin dengan jalan menghambat terutama reseptor-reseptor muskarin yang terdapat di SSP dan organ perifer. Kebanyakan antikolinergika tidak bekerja selektif  dan di bagi menjadi lima subtype reseptor-M. Mempunyai efek terhadap banyak organ tubuh, misalnya : mata, kelenjar, eksokrin, paru-paru, jantung, saluran kemih, saluran lambung-usus, dan SSP.
Khasiatnya
·      Memperlebar pupil (mydriasis)
·      Mengurangi sekresi kelenjar (air liur, keringat, dahak)
·      Mengurangi tonus dan motilitas saluran lambung-usus, juga sekresi getah lambung
·      Dilatasi bronchi
·      Meningkatkan frekuensi jantung
·      Merelaksasi otot detrusor yang menyebabkan pengosongan kandung kemih
·      Merangsang SSP

Penggunaan
Di bawah ini adalah penggunaan pada gangguan yang terpenting  :
a. Sebagai midriatikum
b. Sebagai spasmolitikum
c. pada inkotinensi urin
d. pada parkinsonisme
e. pada asma dan bronchitis
f. Sebagai premedikasi pra-bedah
g. Sebagai zat anti mabuk jalan, untuk mencegah mual dan muntah (skopolamin)
h. pada hiperhidrosus, untuk menekan keringat yang berlebihan
i. Sebagai zat penawar pada intoksikasi dengan zat penghambat kolinesterase (atropin)
Efek samping
Efek samping umum yang terjadi biasanya tergantung dari dosis dan berupa efek-efek muskarin, yaitu : mulut kering, obstipasi, retensi urin, tachycardia, palpitasi dan aritmia, gangguan akomodasi, midriasis, dan berkeringat. Pada dosis tinggi timbul efek sentral, seperti : gelisah, bingung, eksitasi, halusinasi, dan delirium.
Penggolongan
Antikolinergika dapat di bagi dalam 3 kelompok, yaitu :
a. alkaloida belladonna :atropin, hyoscyamin, skopolamin, dan homatropin
b. zat ammonium kwaterner : propantelin, ipratropium, dan tiotropium
c. zat amin tersier : pirenzepin, flavoxat, oksibutinin, tolterodin, dan tropicamida.  


Daftar Pustaka :
Sulistia g, ganiswara.1995.Farmakologi dan terapi edisi ke empat. Jakarta : Gaya baru
Drs.tan hoan tjay & drs.kirana rahardja.2002.Obat-obat penting edisi ke lima.Jakarta :PT elex media komputindo
Drs.tan hoan tjay & drs.kirana rahardja.2008.Obat-obat penting edisi ke enam.Jakarta :PT elex media komputindo